Jumat, 08 November 2013

TANAH & SELUK-BELUKNYA (II)

Pengertian Sertifikat:

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa  untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas  tanah maka perlu dilakukan kegiatan pendaftaran tanah oleh pemerintah  sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti kepemilikan sah hak atas tanah yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan melihat ketentuan Pasal 19 UUPA diketahui bahwa hasil dari pendaftaran tanah yaitu dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan hak yang kuat.

Menurut Wantjik Saleh dalam bukunya Hak atas Tanah menyebutkan sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur, yang setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan satu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[1]

Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia Sertipikat Hak Atas Tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen.[2]

Sertipikat menurut Pasal 13 PP Nomor 10 Tahun 1961 adalah sebutan atas surat tanda bukti yang diterbitkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pendaftaran tanah.

Sertipikat menurut UUPA diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c adalah tanda bukti hak untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Sedangkan dalam PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah   “surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat  (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak atas pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalm buku tanah yang bersangkutan.”

Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sertifikat  tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit  menjadi sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang  memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang  sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang memuat  data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
Fungsi Sertifikat :
Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertifikat hak  atas tanah, mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya dan fungsinya itu tidak dapat digantikan dengan benda lain.

Fungsi utama sertipikat menurut Effendi Perangin yaitu sebagai alat bukti hak atas tanah dan Hak Tanggungan.[3]  Menurut Adrian Sutedi fungsi sertifikat tanah, yaitu[4] :
1.       Sertifikat tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat  sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA.  Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya  sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas  namanya tercantum dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang  tercantum dalam sertifikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus  diterima sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti  lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
2.      Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak  bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.  Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang  pengusaha maka akan memudahkan baginya mengembangkan  usahanya karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.
3.      Bagi pemerintah, dengan adanya sertifikat hak atas tanah  membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada  Kantor Agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki  administrasi pertanahan di Indonesia.
3.
Kekuatan pembuktian sertipikat hak atas tanah dapat ketahui dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Yaitu setipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang terkuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan[5].

Jadi dapat diketahui kekuatan pembuktian dari suatu sertipikat hak atas tanah yang dimiliki pemegang hak yang pada dasarnya dijamin oleh Undang-Undang karena didalamnya tertulis secara jelas mengenai jenis hak, keterangan fisik mengenai tanah, beban diatas tanah tersebut dan peristiwa hukum yang saling berhubungan dengan tanah tertentu yang dibuat/ditulis oleh pejabat berwenang (Kantor Pertanahan) maka data-datatersebut dianggap benar. Walaupun fungsi utama sertipikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi dalam kenyataannya sertipikat bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan hak atas tanah.

Tata Cara Penerbitan Sertifikat:
Suatu sertifikat tidak begitu saja diberikan kepada yang berhak.  Untuk mendapatkan sertifikat harus dilakukan tahapan-tahapan proses  pendaftaran tanah sebagai suatu proses yang diakhiri dengan terbitnya  sertifikat yang bermanfaat bagi pemegang hak atas tanah, pihak yang  berkepentingan dan bagi pemerintah dalam mendukung kebijakan  pertanahan dan perpajakan. Berikut mekanisme penerbitan sertifikat hak
atas tanah[6] :
1.       Proses konversi, pengakuan dan penegasan hak
Dalam Perkaban No. 1 Tahun 2010, diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang pemohon untuk mendapatkan sertifikat tanah. Adapun persyaratannya, yaitu :
1.       Mengisi dan menandatangani formulir permohonan (identitas diri, luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon, pernyataan  tidak sengketa dan tanah dikuasai secar fisik)
2.      Surat kuasa apabila dikuasakan
3.      Fotocopy identitas (KTP dan KK) pemohon atau kuasa apabila  dikuasakan
4.      Bukti kepemilikan tanah
5.      Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan
6.      Melampirkan SPP/PPh sesuai dengan ketentuan
Adapun waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikat  dengan layanan ini adalah 98 hati. Dan biaya yang dibebankan pada pemohon diatur dalam PP No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif  Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ang berlaku di BPN.
2.      Proses pemberian/pembaruan HM/HGB/HP/HPL
Walaupun persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon sama dengan persyaratan dalam konversi, pengakuan dan penegasan hak. Namun, mekanisme penerbitan sertifikat dengan proses pemberian/pembaruan HM/HGB/HP/HPL terlihat sedikit rumit.
3.      Proses perubahan hak atas tanah dan tanggungan
3. Mekanisme penerbitan sertifikat atas perubahan hak atas tanah  dan tanggungan memilki alur yang sangat mudah. Segala jenis persyaratan dan biaya diatur dalam Perkaban No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan serta PP No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di BPN.

Sertifikat Pengganti dan Prosedurnya:

permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blangko sertipikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.
Sertipikat pengganti juga merupakan surat tanda bukti hak yang membuktikan bahwa seorang atau badan hukum mempunyai suatu hak atas suatu bidang tanah tertentu. Sertipikat atas tanah terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.
Permohonan sertipikat pengganti hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) PP No. 24/97, atau surat sebagaimana dimaksud Pasal 53 PP No. 24/1997, atau kuasanya.
Dalam hal pemegang hak atau penerima kuasa meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Penggantian sertipikat dicatat pada buku tanah yang bersangkutan, dalam hal penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan blangkosertipikat, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.
Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya setipikat hak yang bersangkutan.[7]

Secara khusus dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diatur mengenai penerbitan sertipikat pengganti karena hilang sebagai berikut :
1)      Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat yang bersangkutan.
2)     Penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud harus didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu media surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain dari pada yang ditentukan tersebut.
3)     Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak pengumuman tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterpitkan sertipikat baru.
4)     Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia akan menolak menerbitkan sertipikat pengganti.
5)     Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penebitan sertipikat baru dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan.
6)     Sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannnya sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya.

Sedangkan dalam Pasal 138 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendafataran Tanah, yang mengatur penerbitan sertipikat pengganti menyatakan sebagai berikut:

1)       Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang didasarkan atas` pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertipikat tersebut yangdituangkan dalam Surat Pernyataan.
2)     Pernyataan tersebut dibuat di bawah sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan.
3)     Dalam hal pemegang atau para pemegang hak tersebut berdomisili di luar Kabupaten/Kota letak tanah, maka pembuatan pernyataan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dapat dilakukan di Kantor Pertanahan di domisili yang bersangkutan atau di depan pejabat Kedutaan Republik Indonesia di negara domisili yang bersangkutan.
4)     Dengan mengingat besarnya biaya pengumuman dalam surat kabar harian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dibandingkan dengan harga tanah yang sertipikatnya hilang serta kemampuan pemohon, maka Kepala Kepala Kantor Pertanahan dapat menentukan bahwa pengumuman akan diterbitkannya sertipikat tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah yang sertipikatnya hilang dengan papan pengumumannya yang cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.

Selanjutnya berdasarkan Standar Pelayanan Operasional Pertanahan (SPOP) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, dinyatakan persyaratan administrasi untuk mengajukan permohonan sertipikat pengganti karena hilang, sebagai berikut :
1)      Surat Permohonan
2)     Surat Kuasa, jika permohonannya dikuasakan
3)     Identitas pemegang hak dan atau kuasanya
a.      Perorangan : Fotocopy Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku
b.      Badan Hukum: Fotocopy Akta Pendirian Badan Hukum
4)     Surat Pernyataan Dibawah Sumpah oleh pemegang hak/yang menghilangkan
5)     Surat Pernyataan tidak ada perubahan fisik bidang/sengketa
6)     Surat tanda lapor kehilangan dari Kepolisian setempat

Balik Nama Sertifikat dan Prosesnya :

Pengertian Balik Nama Berdasarkan Staatsblad 1834 No. 27,  menurut Code Civil Prancis yaitu hak milik yang diperoleh sejak dicapai kesepakatan mengenai barang disertai harganya, sedangkan menurut KUH Perdata yaitu kata sepakat (konsensualisme) saja belum menyebabkan beralihnya hak milik atas benda (benda tidak bergerak) melainkan harus diadakan dengan menyerahan (levering).
Penyerahan tersebut disamping dilakukan dengan penyerahan nyata (Feitelijk Lavering) juga dilakukan dengan penyerahan (Yuridisch Lavering). Balik nama sah menurut hukum, apabila peralihan hak milik dilanjutkan dengan balik nama.
Pengertian penyerahan nyata dan penyerahan yuridis tersebut diatas adalah sebagai berikut :
a.      Pengertian penyerahan nyata (Feitelijk Lavering) yaitu penyerahan dari tangan ke tangan
b.      Pengertian penyerahan yuridis (Yuridisch Lavering) yaitu suatu penyerahan yang dilakukan disamping dengan nyata namun harus disertai dengan formalitas-formalitas tertentu.
Peraturan pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah baik sebelum dan sesudah Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tetap berpedoman pada Staatsblad 1834 No. 27. Adapun memori penjelasan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dalam Pasal 23 dinyatakan : Untuk keperluan pendaftaran hak :
a.      Hak atas tanah baru dibuktikan dengan
1.       Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan
2.      Asli akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang membuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah atau hak milik
b.       Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang
c.       Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf
d.       Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan
e.      Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

Apabila dasar hukum pembalikan nama yang merupakan hukum objektifnya dapat dilihat pada ketentuan Pasal 6161, 620 KUH. Perdata yang pada dasarnya menjelaskan bahwa atas benda tidak bergerak, penyerahan yang bertujuan untuk pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan suatu akta yang otentik dengan ancaman batal, kemudian akta tersebut diumumkan yaitu dengan jalan mendaftarkan tersebut pada register umum yang telah tersedia untuk itu. Hal inilah yang disebut balik nama.

Dasar hukum pembalikan nama Kapal dan dasar hukum balik nama milik atas tanah setelah UUPA adalah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan pada saat sekarang ini berdasarkan Pasal 65 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (Pasal 13) tentang pendaftaran tanah,

Namun lebih rinci tentang dasar hukum balik nama hak milik atas tanah sampai sekarang ini masih berpedoman pada pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Staatsblad 1834 No. 27 disebutkan :
“Bukti adanya hak untuk mengadakan pendaftaran tanah atau balik nama kwitansi pembayaran pajak perlanding, surat ahli ukur tanah dan surat lainnya yang diperlukan untuk pendaftaran atau balik nama dan kemudian oleh yang berkepentingan diserahkan kepada pembesar, dihadapan siapa balik nama harus dilakukan, dengan maksud agar sesudah surat-surat diperiksa olehnya terdapat betul, diperkenankan untuk itu”.

Adapun 2 (dua) subjek hukum atau lebih mengadakan hubungan hukum objektif, sebagaimana diatur diatas. Dasar hukum lain yang memperkuat Pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Staatsblad 1834 No. 27 adalah sebagai berikut :
1.       Pasal 23 UUPA No. 5 Tahun 1960 mengenai hak milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya pembebanan dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan alat bukti yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
2.      Pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960
a.      Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan sebagaimana diatur dengan peraturan pemerintah.
b.       Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
1)      Pengukuran, pemetaan dan pembukuan
2)     Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
3)     Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
3.      Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran yang dimaksud dalam ayat (1) diatas dengan ketentuan bahwa rakyat tidak mampu dibebaskan dari biaya tersebut.

Adapun fungsi balik nama terhadap suatu penyerahan atas benda tidak bergerak yaitu untuk menjamin kepastian hukum terhadap pemilikan hak baru, adapun pembatasan-pembatasan ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 570 KUH Perdata.

Sahnya suatu balik nama hak milik atas tanah apabila perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik yang merupakan perjanjian kebendaan yang melalui penyerahan (levering) adalah penyerahan hak milik secara yuridis, hak milik atas tanah dengan titel Eropah.

Jadi hubungan antara perjanjian obligatoir dari perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas benda tidak bergerak dengan balik nama yang merupakan peralihan hak milik itu sendiri. Syarat-syarat sahnya balik nama itu ada dua kriteria, yaitu :
1.       Penyerahan hak milik secara yuridis
2.      Tergantung sah atau tidaknya suatu perjanjian obligatoir.

Proses Balik Nama Sertifikat Tanah Di Kantor Pertanahan[8]

Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan
1.       Menggunakan Jasa PPAT
Setelah membuat akta jual – beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual-beli ke Kantor Pertanahan, untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Berkas yang diserahkan meliputi :
a.      Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli
b.      Akta jual – beli PPAT
c.       Sertifikat hakatastanah
d.      KTP pembeli dan penjual
e.      Bukti pelunasan pembayaran PPh
f.        Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

2.      Pembeli Mengajukan Sendiri
Dalam hal pembeli mengajukan sendiri proses balik nama maka berkas jual-beli yangadadi PPAT diminta, untuk selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan melampirkan :
a.      Surat Pengantar dari PPAT
b.      Sertifikat Asli
c.       Akta jual-beli dari PPAT
d.      Identitas diri penjual, pembeli dan/atau kuasanya (melampirkan fotocopy KTP)
e.      Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan kepada pihak lain
f.        Bukti pelunasan SSBBPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)
g.      Bukti pelunasan SSP PPh (SuratSetorPajak Pajak Penghasilan)
h.     SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memiliki SPPT, maka perlu keterangan dari lurah/kepala desa terkait.
i.        Izin Peralihan Hak, jika :
1.       Pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik atas rumah susun yang didalam sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa, hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi berwenang;
2.      Pemindahan Hak Pakai atas tanahNegara.
j.        Surat Pernyataan calon penerima hak (pembeli), yang menyatakan :
1.       Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.      Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanahabsentee(guntai).
3.      Bahwa yang bersangkutan (pembeli) menyadari, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud di atas tidak benar (poin i dan ii), maka tanah berlebih atau tanah absentee tersebut menjadi objek landreform. Dengan kata lain, yang bersangkutan (pembeli) bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan tersebut tidak benar.

Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor Pertahanan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, untuk kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru.
Nama pemegang hak lama (penjual) didalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertahanan Terkait.






[1] Wantjik Saleh. 1997. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta:Ghalia Indonesia, hlm. 64
[2] Boedi Harsono, 2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:Djambatan, hlm. 78
[3] Effendi Perangin. 1996. Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 1
[4]Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 57
[5] Budi Harsono. 2005. Op.Cit, hlm. 536
[6] Ismaniar Ismail. EFEKTIVITAS LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) DI KOTAMAKASSAR.Skripsi:http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3921/ISMANIAR%20ISMAIL.pdf, 2013. hlm 30-33
[7] florianus SP Sangsun. 2007. Tata Cara Mengurus sertipikat Tanah. Jakarta:Visimedia,  hlm. 74- 75
[8] Eko Yulian Isnur. 2008. Tata Cara Mengurus Surat – Surat Rumah dan Tanah. Pustaka Yustisia, hlm. 73-75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims