Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat yaitu:
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Hukum perjanjian mengenal asas konsensualitas yang memberi arti sepakat atau consensus tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Sepakat (Toestemming) artinya kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan dan kekhilafan.[1]
Unsur kesepakatan terdiri dari unsur Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan dan Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran. Kesepakatan penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori yaitu :[2]
- Teori pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
- Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
- Teori pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
- Teori penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
b. kecakapan untuk melakukan suatu pengikatan;
Yang dimaksud dengan cakap adalah sehat pikiran untuk mengadakan/membuat suatu perjanjian. Kewenangan memiliki/ menyandang hak dan kewajiban tersebut disebut kewenangan hukum, karena sejak lahir tidak semua subjek hukum memiliki kewenangan hukum, cakap atau dapat bertindak sendiri. Kecakapan berbuat adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum.[3]
c. suatu hal tertentu;
Suatu hal tertentu disini tentang objek perjanjian (Pasal 1332 sampai dengan 1334 KUHPerdata). Syarat–syarat yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual belinya misalnya luas tanah, letaknya, sertifikat, hak yang melekat. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut:
- Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.
- Objek yang dapat diperdagangkan (barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).
d. suatu sebab yang halal.
Sebab yang dimaksud disini adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian (Pasal 1337 KUHPerdata). Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Catatan Penting :
Syarat pertama dan kedua mengenai subjek atau pihak-pihak dalam perjanjian disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena mengenai objek perjanjian.
Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak, namun apabila tidak memenuhi syarat objektif maka perjanjian batal demi hukum, artinya bahwa dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan dari pengadaan perjanjian untuk melahirkan suatu perikatan adalah gagal. Dengan demikian maka tidak adanya dasar untuk saling menuntut didepan hakim.
[1]Handri Raharjo. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. YogJakarta:Pustaka Yustisia, Yogjakarta, hlm 47.
[2] Ibid.
[3] R.Abdoel Djamali. 2006. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, hlm. 163.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims