Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Anak (LNRI Tahun 1997 No. 3; TLNRI No. 3668), yang dimaksud dengan anak nakal adalah :
- Anak yang melakukan tindak pidana, atau
- Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu:[1]
- Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah ;
- Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasadianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
Dalam hal pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana. Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu.[2]
Di Indonesia sendiri sejak dibentuk Undang-Undang tentang Pengadilan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, memberikan batasan yang tegas tentang batas usia pemidanaan anak di Indonesia. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa :
- Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
- Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan dapat diajukan ke siding pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur\tersebut tetapi blm mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke siding anak.
Namun dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi melalui Keputusannya Nomor 1/PUU-VIII/2010 (LNRI Tahun 2012 No. 153) menyatakan frase 8 tahun dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 bertentangan dengan UUD 1945 serta menilai untuk melindungi hak konstitusional anak, perlu menetapkan batas umur bagi anak yaitu batas minimal usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 (dua belas) tahun karena secara relatif sudah memiliki kecerdasan, emosional, mental dan intelektual yang stabil.
Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal, yaitu:
1. Pidana Pokok merupakan pidana utama yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal. Beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu :
- Pidana penjara;
- Pidana kurungan;
- Pidana denda, atau;
- Pidana pengawasan,
2. Pidana Tambahan adalah pidana yang dapat dijatuhkan sebagai tambahan dari pidana pokok yang diterimanya. Selain pidana pokok maka terhadap anak nakal dapat pula dijatuhkan pidana tambahan, berupa :
- Perampasan barang-barang tertentu, dan/atau;
- Pembayaran ganti rugi.
Tindakan pada dasarnya merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk membina dan memberikan pengajaran kepada anak nakal. Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal berdasarkan Pasal 24 UU Pengadilan Anak adalah :
- Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
- Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, atau;
- Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
Mekanisme penjatuhan pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan ataupun tindakan, dapat dilihat sebagai berikut :
Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur sebagai berikut:
- Pidana penjara yang dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;
- Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun;
- Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja;
- Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana penjara seumur hidup maka dijatuhkan salah satu tindakan.
Pasal 27 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dijelaskan bahwa pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, paling lama haruslah ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.
Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak juga mengatur mengenai penjatuhan pidana denda bagi anak di mana pidana yang dijatuhkan paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa dan apabila pidana denda tidak mampu dibayar oleh anak tersebut maka diganti dengan wajib latihan kerja.
Mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan bagi anak diatur melalui peraturan pemerintah. Pidana pengawasan bagi anak berdasarkan ketentuan :
- Tenggang waktu pidana pengwasan pada anak ialah paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun;
- Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa; sedangkan pemberian bimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan anak dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Prinsip penerapan sanksi pidana bagi anak nakal pada dasarnya dirangkum berdasarkan kriteria di bawah ini:
1. Batas umur anak nakal yang boleh diajukan ke persidangan anak adalah minimal 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 4 ayat (1)). Jadi, selain penggolongan di atas, maka persidangan diajukan ke persidangan dewasa,
2. Pidana dan tindakan yang dijatuhkan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Pasal 22),
3. Termasuk pula ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, antara lain :
- Pidana penjara yang dijatuhkan terhadap anak harus lah paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (Berdasarkan Pasal 26 ayat (1)),
- Apabila diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka bagi anak diganti dengan ancaman pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 10 tahun (Berdasarkan Pasal 26 ayat (2)),
- Apabila belum mencapai 12 tahun, melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup, maka anak nakal dapat diberikan sanksi tindakan berupa anak tersebut diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja (Berdasarkan Pasal 26 ayat (3) jo Pasal 24 ayat (1) huruf b),
- Apabila usia anak nakal belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka anak nakal tersebut dijatuhi salah satu tindakan saja ( Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) jo Pasal 24),
- Mengenai pidana kurungan terhadap anak hanya dapat dijatuhkan paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa (Berdasarkan Pasal 27),
- Pidana denda yang diberikan kepada anak haruslah paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa (Berdasarkan Pasal 28 ayat (1)),
- Apabila pidana denda tidak dapat dibayar oleh anak tersebut, maka dapat diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari (Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) dan (3)),
- Selanjutnya mengenai pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun (Berdasarkan Pasal 29 ayat (1)), dan
- Sanksi terakhir yaitu pidana pengawasan yang dijatuhkan paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun di bawah pengawasan jaksa dan pembimbing kemasyarakatan (Berdasarkan Pasal 30).
[1]Ika Saimima. Perlindungan Terhadap Anak yang Bekonflik dengan Hukum. 2008. Jurnal: “Kajian Ilmiah Lembaga Peneliti Ubhara Jaya “(Universitas Bhayangkara Jakarta Raya) vol. 9 No. 3 tahun 2008, hlm. 943.
[2]Maulana Hassan Wadong. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, hlm.24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims