Pengertian
Sertifikat:
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) dijelaskan bahwa untuk mewujudkan
jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu dilakukan kegiatan
pendaftaran tanah oleh pemerintah sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur.
Sertipikat hak atas tanah
merupakan surat tanda bukti kepemilikan sah hak atas tanah yang ditentukan oleh
Undang-undang. Dengan melihat ketentuan Pasal 19 UUPA diketahui bahwa hasil
dari pendaftaran tanah yaitu dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah
yang berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan hak yang kuat.
Menurut Wantjik Saleh dalam
bukunya Hak atas Tanah menyebutkan sertipikat adalah salinan buku tanah dan
surat ukur, yang setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan satu kertas
sampul yang bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[1]
Menurut Boedi Harsono dalam
bukunya Hukum Agraria Indonesia Sertipikat Hak Atas Tanah terdiri atas salinan
buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen.[2]
Sertipikat menurut Pasal 13 PP Nomor 10 Tahun 1961 adalah sebutan atas
surat tanda bukti yang diterbitkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pendaftaran tanah.
Sertipikat menurut UUPA diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c adalah
tanda bukti hak untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf hak milik
atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.
Sedangkan dalam PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah “surat
tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
atas pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalm buku tanah yang bersangkutan.”
Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sertifikat tanah terdiri atas salinan buku tanah dan
surat ukur yang asli dijahit menjadi
sampul. Buku tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu
objek pendaftaran tanah yang sudah ada
haknya. Sedangkan surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk
peta dan uraian.
Fungsi Sertifikat :
Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertifikat hak atas tanah, mempunyai banyak fungsi bagi
pemiliknya dan fungsinya itu tidak dapat digantikan dengan benda lain.
Fungsi utama sertipikat menurut Effendi Perangin yaitu
sebagai alat bukti hak atas
tanah dan Hak Tanggungan.[3]
Menurut Adrian Sutedi
fungsi sertifikat tanah, yaitu[4] :
1.
Sertifikat tanah berfungsi sebagai alat pembuktian
yang kuat sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang
atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah.
Apabila telah jelas namanya tercantum
dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat itu mempunyai
kekuatan hukum dan harus diterima
sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
2.
Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan
bagi pihak bank/kreditor untuk
memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Dengan demikian, apabila pemegang hak atas
tanah itu seorang pengusaha maka akan
memudahkan baginya mengembangkan usahanya
karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.
3.
Bagi pemerintah, dengan adanya sertifikat hak atas
tanah membuktikan bahwa tanah yang
bersangkutan telah terdaftar pada Kantor
Agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki administrasi pertanahan di Indonesia.
3.
Kekuatan pembuktian sertipikat hak atas tanah dapat ketahui
dalam Pasal 32 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Yaitu setipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang terkuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya,
sepanjang data fisik data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan[5].
Jadi dapat diketahui kekuatan pembuktian dari suatu
sertipikat hak atas tanah yang dimiliki pemegang hak yang pada dasarnya dijamin
oleh Undang-Undang karena didalamnya tertulis secara jelas mengenai jenis hak,
keterangan fisik mengenai tanah, beban diatas tanah tersebut dan peristiwa
hukum yang saling berhubungan dengan tanah tertentu yang dibuat/ditulis oleh
pejabat berwenang (Kantor Pertanahan) maka data-datatersebut dianggap benar. Walaupun
fungsi utama sertipikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi dalam
kenyataannya sertipikat bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan
hak atas tanah.
Tata Cara Penerbitan Sertifikat:
Suatu sertifikat tidak begitu saja diberikan kepada yang
berhak. Untuk mendapatkan sertifikat
harus dilakukan tahapan-tahapan proses pendaftaran
tanah sebagai suatu proses yang diakhiri dengan terbitnya sertifikat yang bermanfaat bagi pemegang hak
atas tanah, pihak yang berkepentingan
dan bagi pemerintah dalam mendukung kebijakan
pertanahan dan perpajakan. Berikut mekanisme penerbitan sertifikat hak
atas tanah[6]
:
1.
Proses konversi, pengakuan dan
penegasan hak
Dalam Perkaban No. 1 Tahun 2010, diatur mengenai persyaratan
yang harus dipenuhi oleh seorang pemohon untuk mendapatkan sertifikat tanah.
Adapun persyaratannya, yaitu :
1.
Mengisi dan menandatangani formulir
permohonan (identitas diri, luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon,
pernyataan tidak sengketa dan tanah
dikuasai secar fisik)
2.
Surat kuasa apabila dikuasakan
3.
Fotocopy identitas (KTP dan KK) pemohon
atau kuasa apabila dikuasakan
4.
Bukti kepemilikan tanah
5.
Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan
6.
Melampirkan SPP/PPh sesuai dengan
ketentuan
Adapun
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikat dengan layanan ini adalah 98 hati. Dan biaya
yang dibebankan pada pemohon diatur dalam PP No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak ang berlaku di BPN.
2.
Proses pemberian/pembaruan HM/HGB/HP/HPL
Walaupun persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon sama
dengan persyaratan dalam konversi, pengakuan dan penegasan hak. Namun,
mekanisme penerbitan sertifikat dengan proses pemberian/pembaruan HM/HGB/HP/HPL
terlihat sedikit rumit.
3.
Proses perubahan hak atas tanah dan
tanggungan
3. Mekanisme penerbitan sertifikat atas perubahan hak atas
tanah dan tanggungan memilki alur yang
sangat mudah. Segala jenis persyaratan dan biaya diatur dalam Perkaban No. 1
Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan serta PP No. 13
Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku di BPN.
Sertifikat Pengganti dan Prosedurnya:
permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti
sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blangko sertipikat yang tidak
digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu
lelang eksekusi.
Sertipikat pengganti juga merupakan surat tanda bukti hak yang
membuktikan bahwa seorang atau badan hukum mempunyai suatu hak atas suatu
bidang tanah tertentu. Sertipikat atas tanah terdiri dari salinan buku tanah
dan surat ukur.
Permohonan sertipikat pengganti hanya dapat diajukan oleh
pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan
atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan
risalah lelang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) PP No. 24/97, atau surat
sebagaimana dimaksud Pasal 53 PP No. 24/1997, atau kuasanya.
Dalam hal pemegang hak atau penerima kuasa meninggal dunia, permohonan
sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat
tanda bukti sebagai ahli waris.
Penggantian sertipikat dicatat pada buku tanah yang
bersangkutan, dalam hal penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan
blangkosertipikat, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan.
Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai
pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor
Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya setipikat hak yang
bersangkutan.[7]
Secara khusus dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, diatur mengenai penerbitan sertipikat pengganti karena hilang
sebagai berikut :
1)
Permohonan penggantian sertipikat yang
hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di
hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya
sertipikat yang bersangkutan.
2)
Penerbitan sertipikat pengganti
sebagaimana dimaksud harus didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam
salah satu media surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Untuk daerah-daerah
tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain dari
pada yang ditentukan tersebut.
3)
Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari dihitung sejak pengumuman tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai
akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan
keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan
tersebut tidak beralasan, diterpitkan sertipikat baru.
4)
Jika keberatan yang diajukan dianggap
beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia akan menolak menerbitkan
sertipikat pengganti.
5)
Mengenai dilakukannya pengumuman dan
penerbitan serta penolakan penebitan sertipikat baru dibuatkan berita acara
oleh Kepala Kantor Pertanahan.
6)
Sertipikat pengganti diserahkan kepada
pihak yang memohon diterbitkannnya sertipikat tersebut atau orang lain yang
diberi kuasa untuk menerimanya.
Sedangkan dalam Pasal 138 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendafataran
Tanah, yang mengatur penerbitan sertipikat pengganti menyatakan sebagai berikut:
1)
Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang
didasarkan atas` pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertipikat
tersebut yangdituangkan dalam Surat Pernyataan.
2)
Pernyataan tersebut dibuat di bawah
sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau
pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan.
3)
Dalam hal pemegang atau para pemegang
hak tersebut berdomisili di luar Kabupaten/Kota letak tanah, maka pembuatan
pernyataan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dapat dilakukan di Kantor
Pertanahan di domisili yang bersangkutan atau di depan pejabat Kedutaan
Republik Indonesia di negara domisili yang bersangkutan.
4)
Dengan mengingat besarnya biaya
pengumuman dalam surat kabar harian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dibandingkan dengan harga tanah yang
sertipikatnya hilang serta kemampuan pemohon, maka Kepala Kepala Kantor
Pertanahan dapat menentukan bahwa pengumuman akan diterbitkannya sertipikat
tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah
yang sertipikatnya hilang dengan papan pengumumannya yang cukup jelas untuk
dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.
Selanjutnya berdasarkan Standar Pelayanan Operasional
Pertanahan (SPOP) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, dinyatakan
persyaratan administrasi untuk mengajukan permohonan sertipikat pengganti
karena hilang, sebagai berikut :
1)
Surat Permohonan
2)
Surat Kuasa, jika permohonannya
dikuasakan
3)
Identitas pemegang hak dan atau
kuasanya
a.
Perorangan : Fotocopy Kartu Tanda
Penduduk yang masih berlaku
b.
Badan Hukum: Fotocopy Akta Pendirian
Badan Hukum
4)
Surat Pernyataan Dibawah Sumpah oleh
pemegang hak/yang menghilangkan
5)
Surat Pernyataan tidak ada perubahan
fisik bidang/sengketa
6)
Surat tanda lapor kehilangan dari
Kepolisian setempat
Balik Nama Sertifikat dan Prosesnya :
Pengertian Balik Nama Berdasarkan Staatsblad 1834
No. 27, menurut Code
Civil Prancis yaitu hak milik yang diperoleh sejak dicapai
kesepakatan mengenai barang disertai harganya, sedangkan menurut KUH Perdata
yaitu kata sepakat (konsensualisme) saja belum menyebabkan beralihnya
hak milik atas benda (benda tidak bergerak) melainkan harus diadakan dengan
menyerahan (levering).
Penyerahan
tersebut disamping dilakukan dengan penyerahan nyata (Feitelijk Lavering) juga
dilakukan dengan penyerahan (Yuridisch Lavering). Balik nama sah menurut
hukum, apabila peralihan hak milik dilanjutkan dengan balik nama.
Pengertian
penyerahan nyata dan penyerahan yuridis tersebut diatas adalah sebagai berikut
:
a.
Pengertian
penyerahan nyata (Feitelijk Lavering) yaitu penyerahan dari tangan ke tangan
b.
Pengertian
penyerahan yuridis (Yuridisch Lavering) yaitu suatu penyerahan yang
dilakukan disamping dengan nyata namun harus disertai dengan
formalitas-formalitas tertentu.
Peraturan
pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah baik sebelum dan sesudah
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tetap berpedoman pada Staatsblad
1834 No. 27. Adapun memori penjelasan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
dalam Pasal 23 dinyatakan : Untuk keperluan pendaftaran hak :
a.
Hak
atas tanah baru dibuktikan dengan
1.
Penetapan
pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan
menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari
tanah Negara atau tanah hak pengelolaan
2.
Asli
akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang membuat pemberian hak tersebut oleh
pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak
guna bangunan dan hak pakai atas tanah atau hak milik
b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan
pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang
c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar
wakaf
d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan
dengan akta pemisahan
e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan
dengan akta pemberian hak tanggungan.
Apabila
dasar hukum pembalikan nama yang merupakan hukum objektifnya dapat dilihat pada
ketentuan Pasal 6161, 620 KUH. Perdata yang pada dasarnya menjelaskan bahwa
atas benda tidak bergerak, penyerahan yang bertujuan untuk pengalihan hak milik
atas benda tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan suatu akta yang
otentik dengan ancaman batal, kemudian akta tersebut diumumkan yaitu dengan
jalan mendaftarkan tersebut pada register umum yang telah tersedia untuk itu.
Hal inilah yang disebut balik nama.
Dasar
hukum pembalikan nama Kapal dan dasar hukum balik nama milik atas tanah setelah
UUPA adalah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan pada saat sekarang ini
berdasarkan Pasal 65 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (Pasal 13) tentang
pendaftaran tanah,
Namun
lebih rinci tentang dasar hukum balik nama hak milik atas tanah sampai sekarang
ini masih berpedoman pada pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960 dan Staatsblad 1834
No. 27 disebutkan :
“Bukti
adanya hak untuk mengadakan pendaftaran tanah atau balik nama kwitansi
pembayaran pajak perlanding, surat ahli ukur tanah dan surat lainnya yang
diperlukan untuk pendaftaran atau balik nama dan kemudian oleh yang
berkepentingan diserahkan kepada pembesar, dihadapan siapa balik nama harus
dilakukan, dengan maksud agar sesudah surat-surat diperiksa olehnya terdapat
betul, diperkenankan untuk itu”.
Adapun
2 (dua) subjek hukum atau lebih mengadakan hubungan hukum objektif, sebagaimana
diatur diatas. Dasar hukum lain yang memperkuat Pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960
dan Staatsblad 1834 No. 27 adalah sebagai berikut :
1.
Pasal
23 UUPA No. 5 Tahun 1960 mengenai hak milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya
pembebanan dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang
dimaksud dalam ayat (1) merupakan alat bukti yang kuat mengenai hapusnya hak
milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
2.
Pasal
19 UUPA No. 5 Tahun 1960
a.
Untuk
menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan sebagaimana diatur dengan
peraturan pemerintah.
b.
Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini
meliputi:
1) Pengukuran, pemetaan dan pembukuan
2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut
3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak
yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
3.
Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut
pertimbangan Menteri Agraria. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya
yang bersangkutan dengan pendaftaran yang dimaksud dalam ayat (1) diatas dengan
ketentuan bahwa rakyat tidak mampu dibebaskan dari biaya tersebut.
Adapun fungsi balik nama
terhadap suatu penyerahan atas benda tidak bergerak yaitu untuk menjamin
kepastian hukum terhadap pemilikan hak baru, adapun pembatasan-pembatasan ini
dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 570 KUH Perdata.
Sahnya suatu balik nama
hak milik atas tanah apabila perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan
hak milik yang merupakan perjanjian kebendaan yang melalui penyerahan
(levering) adalah penyerahan hak milik secara yuridis, hak milik atas tanah
dengan titel Eropah.
Jadi hubungan antara
perjanjian obligatoir dari perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak
milik atas benda tidak bergerak dengan balik nama yang merupakan peralihan hak
milik itu sendiri. Syarat-syarat sahnya balik nama itu ada dua kriteria, yaitu
:
1.
Penyerahan
hak milik secara yuridis
2.
Tergantung
sah atau tidaknya suatu perjanjian obligatoir.
Proses Balik Nama Sertifikat
Tanah Di Kantor Pertanahan[8]
Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan
1. Menggunakan
Jasa PPAT
Setelah membuat akta
jual – beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual-beli ke Kantor
Pertanahan, untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam
tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Berkas yang diserahkan
meliputi :
a. Surat
permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli
b. Akta
jual – beli PPAT
c. Sertifikat
hakatastanah
d. KTP
pembeli dan penjual
e. Bukti
pelunasan pembayaran PPh
f.
Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
2. Pembeli
Mengajukan Sendiri
Dalam hal pembeli
mengajukan sendiri proses balik nama maka berkas jual-beli yangadadi
PPAT diminta, untuk selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke
Kantor Pertanahan, dengan melampirkan :
a. Surat
Pengantar dari PPAT
b. Sertifikat
Asli
c. Akta
jual-beli dari PPAT
d. Identitas
diri penjual, pembeli dan/atau kuasanya (melampirkan fotocopy KTP)
e. Surat
kuasa, jika permohonannya dikuasakan kepada pihak lain
f.
Bukti pelunasan SSBBPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan)
g. Bukti
pelunasan SSP PPh (SuratSetorPajak Pajak
Penghasilan)
h. SPPT
PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan
atau tahun terakhir. Bila belum memiliki SPPT, maka perlu keterangan dari
lurah/kepala desa terkait.
i.
Izin Peralihan Hak, jika :
1. Pemindahan
hak atas tanah atau Hak Milik atas rumah susun yang didalam sertifikatnya
dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa, hak tersebut hanya boleh
dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi berwenang;
2. Pemindahan
Hak Pakai atas tanahNegara.
j.
Surat Pernyataan calon penerima hak (pembeli), yang menyatakan :
1. Bahwa
pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah
yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Bahwa
pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanahabsentee(guntai).
3. Bahwa
yang bersangkutan (pembeli) menyadari, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud
di atas tidak benar (poin i dan ii), maka tanah berlebih atau tanah absentee
tersebut menjadi objek landreform. Dengan kata lain, yang bersangkutan
(pembeli) bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan
tersebut tidak benar.
Setelah permohonan dan kelengkapan berkas
disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas
kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti
penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor
Pertahanan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama,
untuk kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru.
Nama pemegang hak lama (penjual) didalam
buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam,
serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama
pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia
pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam
waktu 14 (empat belas hari) pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas
nama pembeli, di Kantor Pertahanan Terkait.
[1] Wantjik Saleh. 1997. Hak
Anda Atas Tanah. Jakarta:Ghalia Indonesia, hlm. 64
[2] Boedi Harsono, 2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:Djambatan, hlm. 78
[3] Effendi Perangin. 1996. Praktek Pengurusan Sertipikat
Hak Atas Tanah. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 1
[4]Adrian Sutedi. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 57
[5] Budi Harsono. 2005. Op.Cit, hlm. 536
[6] Ismaniar Ismail. EFEKTIVITAS LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH (LARASITA) DI KOTAMAKASSAR.Skripsi:http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3921/ISMANIAR%20ISMAIL.pdf,
2013. hlm 30-33
[7] florianus SP Sangsun. 2007. Tata Cara Mengurus sertipikat
Tanah. Jakarta:Visimedia, hlm. 74- 75
[8] Eko Yulian Isnur. 2008. Tata
Cara Mengurus Surat – Surat Rumah dan Tanah. Pustaka Yustisia, hlm. 73-75.