asas-asas umum sistem peradilan pidana tersebut kita
lihat dalam pembahasan berikut:
1.
Persamaan Di Muka Hukum (Equality Before The Law)
Setiap orang harus
diperlakukan sama di setiap proses hukum. Agama, ras, warna kulit, etnis,
status sosial dan ekonomi tidak boleh menjadi dasar perlakuan diskriminatif.
Tetapi pada kenyataannya asas ini tidak berlaku dalam sistem peradilan pidana
kita. Dalam proses peradilan di pengadilan bukan rahasia umum lagi jika yang menjadi
tersangka adalah orang yang berkuasa atau mempunyai kedudukan yang penting dan
mempunyai ekonomi yang kuat sering mendapat perlakuan lebih di pengadilan dari
pada masyarakat biasa yang menjalani proses peradilan di pengadilan.
2.
Proses Hukum Yang Adil (Due Process Of Law)
Negara
sebagai pemegang kekuasaan penuh untuk melakukan proses peradilan, harus
dibatasi supaya tidak terjadi penyalah gunaan. Inilah yang diinginkan oleh asas
ini proses hukum yang adil akan tetapi dalam prakteknya acapkali asas ini hanya
merupakan semboyan belaka. Masyarakat yang ingin mencari keadilan di pengadilan
sering kali berakhir kecewa karena ia harus dihukum untuk suatu kejahatan yang
tidak dilakukannya sementara itu pelaku sebenarnya bisa bebas berkeliaran tanpa
dihukum.
3.
Sederhana Dan Cepat (Simplicity And Expediency)
Yang diinginkan oleh asas ini adalah proses yang tidak
berbelit-belit dan prosedur yang jelas sesuai dengan keperluan. Tetapi pada
prakteknya proses dalam pengadilan
memakan waktu yang lama dan berbelit-belit yang sering menyebabkan masyarakat
dirugikan baik materi maupun moral dalam proses pengadilan untuk mencari
keadilan.
4.
Efektif Dan Efesien
Dalam sistem
peradilan pidana bertujuan berdayaguna dan berhasilguna memberikan manfaat kepada
masyarakat untuk mencari keadilan tetapi pada kenyataannya pengadilan justru
menyusahkan masyarakat. Seharusnya di pengadilan memperkerjakan sumber daya
manusia yang berkualitas dan profesional akan tetapi pegawai-pegawai di dalam
lembaga-lembaga sistem peradilan pidana sama sekali tidak berkualitas dan
profesional, bahkan sering terkait dengan tersangka kasus-kasus pidana itu
sendiri. Dalam sistem peradilan pidana kita diatur untuk menggunakan sumber
dana dengan hemat dan cermat dalam prakteknya jika pengadilan digelar sering
kali memakai biaya yang tidak sedikit dimana keperluan tersebut tidak jelas
digunakan oleh oknum-oknum di pengadilan tersebut yang tidak bertanggung jawab.
5.
Akuntabilitas
Peradilan pidana memiliki tanggung jawab mendasar terhadap kepentingan rakyat. Sejauh mana
tindakan atau putusan yang dikeluarkan peradilan (pidana) bisa dipertanggung
jawabkan kepada rakyat. Saat ini peradilan tengah dihadapkan pada tantangan
untuk meningkatkan citranya di masyarakat. Para penegak hukum adalah pelayan
masyarakat yang diberikan wewenang oleh publik dan oleh karenanya harus
bertanggung jawab kepada publik. Akan tetapi pada kenyataannya para penegak
hukum di negara kita sama sekali tidak bertanggung jawab jangankan bisa
menegakkan hukum meminimalisir pelanggaran hukum saja susah. Kemudian selain
tanggung jawab ketaatan pada aturan yang berlaku juga sangat diinginkan oleh
asas ini namun para penegak hukum kita malah berlomba-lomba melanggar aturan
yang berlaku demi mencapai keinginannya. Selain kedua hal di atas prosedur yang
jelas, adil dan layak juga yang diharapkan oleh asas ini namun pada kenyataanya
penegakan hukum di negara kita selain acapkali pencari keadilan di pengadilan sering
dibuat suatu prosedur yang tidak jelas untuk beracara di pengadilan juga sering
pengadilan menjatuhkan putusan yang tidak adil itu sendiri dan sama sekali
merugikan pihak yang ingin mendapatkan keadilan karena adanya kekuasaan dan
uang orang bisa lepas dari jerat hukum. Selain tiga hal di atas mekanisme
kontrol yang efektif dan ketransparansi dalam badan peradilan sangat diharapkan
oleh asas ini. Namun sering kali mekanisme kontrol terhadap sistem peradilan
pidana di negara kita ini tidak mampu menjalankan funsi kontrolnya sebagaimana
mestinya dan membiarkan peradilan pidana kita menjalankan lembaganya secara
sembarangan. Serta tidak adanya transparansi dalam lembaga-lembaga sistem
peradilan pidana dalam menjalankan fungsinya masing-masing sehingga sering
terjadi miss komunikasi antar lembaga dalam sistem peradilan pidana.
Setelah
melihat bagaiman penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana kita kita
berlanjut kepada pembahasan bagaimana mekanisme kontrol yang dijalankan
terhadap lembaga-lembaga yang ada dalam sistem peradilan pidana.
Mekanisme
kontrol diperlukan karena kewenangan tanpa batas akan mengancam aturan dalam
hukum. Mekanisme kontrol dilakukan secara internal dan eksternal baik secara
vertikal maupun horisontal. Mekanisme kontrol internal dilakukan secara
horizontal dalam tubuh instansi itu sendiri, sedangkan mekanisme kontrol
eksternal dilakukan baik oleh masyarakat maupun antar subsistem dalam sistem
peradilan pidana.
Pengawasan
atau kontrol dalam organisasi dan birokrasi biasanya dipilah dalam dua kategori
seperti dijelaskan di atas, yaitu kontrol internal dan eksternal. Dalam
mekanisme internal, pengawasan dilakukan oleh perangkat-perangkat dalam
organisasi yang berfungsi pengawasan. Dalam hal ini, pengawasan dilakukan
seorang atasan kepada bawahan (pengawasan melekat) dikategorikan sebagai
pengawasan melalui mekanisme internal. Adapun dalam mekanisme eksternal
pengawasan dilakukan oleh organ-organ dengan fungsi pengawasan yang
kedudukannya terlepas dari anggota atau organisasi yang diawasi.[1]
Tujuan
kontrol itu sendiri meniadakan atau mengurangi terjadinya penyimpangan dan
penyalahgunaan kewenangan dan terjaminnya terlaksananya asas-asas umum sistem
peradilan pidana kita. Mekanisme kontrol itu harus dilakukan secara rasional, profesional,
dan objektif. Agar terciptanya suatu tatanan sistem yang rapi dan bebas dari
pelanggaran aturan. Yang ketiga tujuan kontrol ini untuk merumuskan dan
menerapkan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan hukum yang berlaku sehingga ada
suatu aturan yang jelas terhadap pelanggar ketentuan yang berlaku sebagai
fungsi kontrol terhadap sistem peradilan pidana.
[1] Lihat: Buku Anthon F.
Susanto. Yang mengutip dalam buku Sujamto, Beberapa
Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,
hlm. 52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims