Pengertian Tindak Pidana
Pengguguran Kandungan / Aborsi Dalam berbagai litelatur pengertian tentang
tindak pidana pengguguran kandungan / aborsi berbeda-beda akan tetapi memiliki
suatu makna yang sama mengenai pengertian tindak pidana pengguguran kandungan /
aborsi, termasuk dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
kitab
undang-undang hukum pidana seperti judul yang diberikan oleh penulis di atas
yang menurut Wirjono Prodjodikoro memberikan pengertian utamanya :
Dalam bagian title XIV Buku II KUHP tentang
kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan (misdrijven
tegen de zeden) termuat pasal 299 yang melarang suatu perbuatan yang mirip
dengan abortus, tetapi tidak dengan penegasan bahwa harus ada suatu kandungan
yang hidup. Pasal ini berbunyi :
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati
seorang perempuan atau menyuruh seorang
perempuan supaya diobati dengan memberi tahu atau menimbulkan pengharapan,
bahwa karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamnya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu
rupiah.
(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari
keuntungan, atau kalau melakukan kejahatan itu ia jadikan pekerjaan sehari-hari
(beroep) atau kebiasaan, atau kalau
ia seorang dokter, bidan atau tukang obat, maka hukuman dapat ditambah dengan
sepertiganya.
(3) Kalau kejahatan ini dilakukan dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari, maka boleh dicabut haknya untuk menjalankan
pekerjaan itu.
Tindak pidana ini sangat luas.
Di atas sudah dikatakan bahwa tidak perlu ada kandungan yang hidup. Bahkan,
tidak perlu bahwa benar-benar ada seorang perempuan yang hamil. Cukuplah
apabila pada seorang perempuan ditimbulkan harapan bahwa kehamilan yang mungkin
ada akan dihentikan dengan pengobatan ini.
Dengan demikian, pasal 299 ini
sangat bersifat preventif untuk dapat lebih efektif memberantas abortus.[1]
dalam
penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa tindak pidana pengguguran kandungan /
aborsi tidak perlu adanya kehamilan akan tetapi yang jelas diterangkan di atas
bahwa minimal apabila ada bujukan, rayuan atau pengharapan bahwa kehamilan
dapat dihentikan dengan cara tersebut. Sehingga berdasarkan perkembangan hukum
tindak pidana pengguguran kandungan / aborsi tidak harus adanya kehamilan akan tetapi
minimal adanya bujukan, rayuan atau pengharapan yang mengatakan bahwa kehamilan
bisa duhentikan dengan cara tersebut sudah merupakan tindak pidana pengguguran
kandungan / aborsi. Sehingga ini dapat menjadi acuan bagi penegak hukum sebagai
bahan pembuktian terhadap maraknya tindak pidana pengguguran anak / aborsi.
Sementara itu
dalam litelatur lain disebutkan bahwa tindak pidana pengguguran kandungan /
aborsi juga mengandung unsur adanya
mengobati seseorang perempuan atau menyuruh seorang perempuan agar
supaya diobati. Menurut Moch Anwar menuturkan sebagai berikut :
Perbuatan mengobati seseorang perempuan adalah
setiap perbuatan pengobatan pada seorang perempuan yang langsung mengenai
seorang perempuan secara fisik maupun yang hanya mengenai pemberian obat-obat
yang dapat dimakan. Antara pelaku dan perempuan itu tidak perlu ada hubungan
langsung secara peribadi, sehingga obat-obatan yang harus dimakan atau diminum
oleh perempuan itu dapat diberikan kepada perempuan itu melalui orang lain.
Menyuruh mengobati seorang perempuan adalah orang
lain melakukan pengobatan kepada seorang perempuan; perbuatan itu dilakukan
oleh seorang yang melakukan pengobatan itu.
Menyuruh mengobati seorang perempuan terjadi,
apabila orang yang memberikan harapan pengguguran kandungan, melakukan
pengobatan; orang lain (pelaku material) yang melakukan digerakkan atau dibujuk
dengan sarana tersebut dalam pasal 55 (1) ke-2 untuk melakukan pengobatan itu.[2]
Berdasarkan
penjelasan di atas berarti tindak pidana pengguguran kandungan / aborsi yang
dilakukan dengan pemberian obat tidak harus pelaku si pemberi obat bertemu
dengan sang ibu akan tetapi walaupun melalui perantara si pemberi obat juga
dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana pengguguran kandungan /
aborsi sehingga dapat diterapkan oleh para penegak hukum dalam prakteknya.
Sedangkan
menurut penjelasan dalam KUHP karangan R.Soesilo sebagai berikut : “Kejahatan
dalam pasal ini menjadi selesai. Segera sesudah dimulai dengan obat itu telah
diberikan, pemijatan telah dilakukan, jika hal itu telah diberitahukan, atau
telah menimbulkan harapan, bahwa kandungan itu “dapat digugurkan””.[3]
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan diatas kita dapat mengetahui apa yang dinamakan tindak
pidana pengguguran kandungan / aborsi.
[1] Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia.
Bandung: Refika Aditama, hlm. 75-76.
[2] Moch. Anwar. 1981. Hukum Pidana Bagian Khusus (Kuhp Buku II) Jilid II. Bandung:
Alumni, hlm. 246.
[3] R. Soesilo. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kuhp) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, hlm. 218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims