Hibah merupakan perbuatan hukum berupa perjanjian cuma-cuma antara pemberi hibah dengan penerima hibah. Untuk itu terlebih dahulu perlu diuraikan mengenai pengertian perjanjian, dan nantinya baru menguraikan hibah, karena hibah merupakan salah satu bentuk perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak mengikatkan dirinya pada pihak yang lain. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subekti mengenai definisi atau pengertian perjanjian adalah :
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.”[1]
Selanjutnya menurut pendapat yang ditemukakan oleh Setiawan, pengertian perjanjian adalah: “Suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”[2]
Mengenai pengertian perjanjian secara jelas diatur dalam ketentuan Pasal 1313 BW yang menentukan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih.”
Untuk membuat suatu perjanjian diperlukan syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 BW, yang menentukan :
Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. suatu hal tertentu,
4. suatu sebab yang halal.
ad. 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah dalam membuat suatu perjanjian, kedua belah pihak saling menyetujui apa yang diperjanjikan, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
ad. 2. yang dimaksud dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian merupakan pihak yang mampu melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa bantuan orang lain, serta mampu mempertanggungjawabkan segala akibat yang timbul dari perbuatannya.
ad. 3. yang dimaksud dengan suatu hal tertentu adalah barang yang diperjanjikan merupakan barang yang jelas baik mengenai ukuran, jumlah, nilai, harganya dan sebagainya mengenai barang tersebut.
ad. 4. yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah obyek dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak merupakan barang yang tidak dilarang oleh Undang-Undang, atau tidak bertentangan dengan asas kepatutan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Apabila suatu perjanjian telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 BW, maka perjanjian itu menjadi sah dan mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat, dan perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak, serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1338 BW yang menentukan:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Memperhatikan ketentuan Pasal 1338 BW tersebut, nampak jelas bahwa perjanjian akan melahirkan suatu perikatan. Pengertian perikatan menurut Subekti adalah:
“Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.”[3]
Apabila salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dikatakan melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Menurut Subekti, wanprestasi ada empat macam yaitu:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. melakukan suatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.[4]
Dengan demikian jelas bahwa seseorang yang tidak melaksanakan kewajiban dalam suatu perjanjian dikatakan melakukan wanprestasi, dan mengenai wanprestasi itu terdapat empat macam bentuk.
Memperhatikan penjelasan mengenai perjanjian tersebut, maka hibah sebagai suatu perjanjian tentunya harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Hibah itu sendiri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1666 BW adalah suatu perjanjian dimana pemberi hibah semasa hidupnya menyerahkan suatu kebendaan kepada pihak lain sebagai penerima hibah yang tidak dapat ditarik kembali.
Hibah merupakan suatu perjanjian, hanya saja perjanjian dalam hibah merupakan perjanjian cuma-cuma, yaitu:
“Dimana perkataan “dengan cuma-cuma” itu ditujukan pada hanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang lainnya tidak usah memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang demikian juga dinamakan perjanjian sepihak (unilateral), sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (bilateral). Perjanjian yang banyak tentunya adalah bertimbal balik, karena yang lazim adalah bahwa orang menyanggupi suatu prestasi karena ia akan menerima suatu kontra prestasi.”[5]
Perjanjian hibah hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada milik pemberi hibah. Apabila hibah itu dilakukan terhadap barang-barang yang belum ada, maka menurut ketentuan Pasal 1667 BW hibah tersebut batal.
Dengan adanya hibah, maka terjadi perpindahan hak milik barang yang dihibahkan dari pemberi hibah kepada penerima hibah. Pemberi hibah tidak diperkenankan memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain. Apabila hal ini diperjanjikan, maka menurut ketentuan Pasal 1668 BW hibah tersebut batal. Menurut pendapat Subekti, bahwa :
“Janji yang diminta oleh si penghibah bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut tetap ada padanya karena hanya seorang pemilik dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan.”[6]
Perjanjian hibah menurut ketentuan Pasal 1682 BW harus dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Akan tetapi menurut ketentuan Pasal 1687 BW pemberian hibah terhadap barang bergerak tidak memerlukan suatu akte. Dari ketentuan Pasal 1682 dan 1687 BW tersebut, maka jelas bahwa:
“Untuk menghibahkan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akta notaris, tetapi untuk penghibahan barang bergerak yang bertubuh atau surat penagihan hutang atas tunjuk (aan toonder) tidak diperlukan sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si penerima hibah atau kepada seseorang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya.”[7]
Perjanjian hibah, seperti halnya perjanjian pada umumnya tidak dapat ditarik kembali. Namun Pasal 1688 BW memberikan kemungkinan kepada pemberi hibah untuk menarik kembali hibahnya. Penarikan kembali pemberian hibah dapat dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
1. karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan; dengan “syarat” disini dimaksudkan : “beban”
2. jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah, atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
3. jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.[8]
[1] Subekti (I), Hukum Perjanjian, Cet. XII, Intermasa, Jakarta, 1990, hal. 1
[2] Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cet. V, Binacipta, Bandung, 1994, hal. 49.
[3] Subekti (II), Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVII, Intermasa, Jakarta, 1992, hal. 122.
[4] Subekti (I), Op. Cit., hal. 45.
[5] Subekti (III), Aneka Perjanjian, Cet. X, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 94.
[6] Ibid., hal. 96.
[7] Ibid., hal. 102
[8] Ibid., hal. 104-105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims