Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan produk hukum Indonesia yang isinya dibentuk oleh Pemerintahan Kolonial Belanda, sehingga KUHP yang ada saat ini tidak lain adalah hasil alih bahasa yang dilakukan beberapa sarjana Indonesia.[1]
Istilah tindak pidana, merupakan berasal dari terjemahan istilah yang dikenal dalam hukum pidana belanda yaitu Strafbaar feit. Namun istilah tersebut di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh pembentuk undang tidak ada penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan tersebut[2] Oleh karena itu timbul pertanyaan, istilah manakah yang paling tepat? Untuk menjawabnya, perlu diuraikan beberapa pendapat ahli Hukum Pidana. Pendapat pertama diberkan oleh Simons yang merumuskan een strafbaar feit sebagai berikut. strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu bertanggung jawab.[3] Kemudian Pompe , Strafbaar feit dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dilakukan oleh seseorang (pelaku) dengan adanya penjatuhan hukuman demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.[4] Hal tersebut hampir serupa dengan pendapat Profesor van Hattum, yang mengatakan strafbaar feit adalah tindakan yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum karena telah memenuhi unsur-unsur suatu delik.[5] Ketiga ahli tersebut merujuk penggunaan istilah tindak pidana dalam merumuskan strafbaar feit, berbeda dengan, Prof. Moeljatno mengartikan strafbaar feit sebagai “ perbuatan (perbuatan pidana)”[6] yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dibuatkan suatu kesimpulan mengenai tindak pidana, yaitu sebagai berikut :
a. Suatu perbuatan yang melawan hukum.
b. Orang yang dikenai sanksi harus mempunyai kesalahan (asas tiada pidana tanpa kesalahan). Kesalahan sendiri terdiri dari kesalahan yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan karena kelalaian.
c. Subjek atau pelaku baru dapat dipidana jika ia dapat bertanggung jawab dalam artian berfikiran waras.
[1]R. Soesilo, 1991. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor : Politea, hlm. 23.
[2] P.A.F Lamintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,hlm. 181.
[3]Adami Chazawi. 2007. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I ( Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hkumu Pidana). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hlm. 75.
[4] Ibid, hlm. 182.
[5] Ibid, hlm. 184.
[6] Moeljatno. 2008. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA. Cet. Kedelapan. Jakarta:PT. RINEKA CIPTA, hlm. 59.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon untuk menanggapi sesuai dengan topik dan bagi yang ingin berteman langsung follow secepatnya akan saya follback selama memiliki konten yang serupa. trims